a.
Mu’tazilah
Mu’tazilah memiliki lima ajaran utama yang disebut ushul
al-khamsah, yakni :
o Sifat Allah adalah zat-Nya itu
sendiri.
2) Al-‘Adl. Mereka berpendapat bahwa
Allah SWT akan memberi imbalan pada manusia sesuai perbuatannya.
3) Al-Wa’ad wa al-Wa’id (Janji
dan ancaman).
Mereka berpendapat Allah takkan ingkar janji: memberi pahala pada muslimin yang
baik dan memberi siksa pada muslimin yang jahat.
4) Al-Manzilah bain Al-Manzilatain (tempat
diantara kedua tempat). Ini dicetuskan Wasil bin Atha' yang membuatnya berpisah dari
gurunya, bahwa mukmin berdosa besar, statusnya di antara mukmin dan kafir,
yakni fasik.
5) Amar ma’ruf (tuntutan berbuat
baik) dan nahi munkar (mencegah perbuatan yang tercela). Ini lebih banyak
berkaitan dengan hukum/fikih.
Sama halnya dengan aliran Qadariyah, aliran Mu’tazilah
juga berkrangka pikir antroposentris yang menganggap bahwa hakikat realitas
transenden bersifat intrakosmos dan impersonal. Ia berhubungan erat dengan
masyarakat kosmos baik ang natural maupun yang supra natural dalam arti unsurt-unsurnya
ornag yang tergolong dalam kelompok ini berpandangan negative terhadap dunia
dikarnakan ia beranggapan bahwa tugas manusia adalah melepaskan unsur natural
yang jahat dengan meninggalkan kedunia wiyan ia akan mampu meraih kemerdekaan
dari lilitan naturalnya. Sementara karaqwaanya lebih di orientasikan kepada
praktek-praktek pertapaan dan konsep-konsep magis. Tujuan hidupnya bermaksud
menyusun kepribadianya kedalam realita impersonalnya. Manusia yang berpendangan
antroposentris dianggap/dikenal sebagai Sufi.
Secara aqli mereka menyatakan bahwa seandainya manusia
tidak diberi potensi oleh Tuhan, maka ia tidak akan dibebani kewajiban. Semua
orang yang memiliki akal sehat, baik memeluk suatu agama atau tidak sepakat
menyatakan bahwa perbuatan seperti jujur, amanah, dan adil adalah baik.
Sedangkan perbuatan seperti bohong, khianat dan lalim adalah buruk. Realitas
ini menunjukan bahwa tanpa adanya wahyu orang telah mampu mengetahui perbuatan
baik dan buruk.
Sedangkan secara naqli aliran Mu’tazilah menguatkan
dengan ayat Al-Quran:
È@è%ur ,ysø9$# `ÏB óOä3În/§ ( `yJsù uä!$x© `ÏB÷sãù=sù ÆtBur uä!$x© öàÿõ3uù=sù 4 !$¯RÎ) $tRôtGôãr& tûüÏJÎ=»©à=Ï9 #·$tR xÞ%tnr& öNÍkÍ5 $ygè%Ï#uß 4 bÎ)ur (#qèVÉótGó¡o (#qèO$tóã &ä!$yJÎ/ È@ôgßJø9$%x. Èqô±o onqã_âqø9$# 4 [ø©Î/ Ü>#u¤³9$# ôNuä!$yur $¸)xÿs?öãB ÇËÒÈ
Dan
Katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; Maka Barangsiapa yang
ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan Barangsiapa yang ingin (kafir)
Biarlah ia kafir". Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang orang zalim
itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. dan jika mereka meminta minum,
niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang
menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang
paling jelek.
b.
Ahlussunah Wal Jama’ah
Diantara ajaran
Ahlussunnah adalah:
1)
Megimani dan mengamalkan semua yang datang dari
Rasulullah saw. Baik yang tercantum di al-Qur’an ataupun di Hadits sebagai
bukti dari sikap ‘ubudiyyah pada Allah SWT.
2)
Tidak mencaci maki para Sahabat Nabi, tetapi menghormati
dan memintakan ampunan untuk mereka.
3)
Bersedia untuk taqlid pada Ijtihad para Ulama’ Madzhab
dalam berbagai masa’il diniyah fiqhiyyah, disamping mempelajari dalil-dalilnya.
4)
Mengimani ayat-ayat mutasyabihat tanpa berusaha untuk
mena’wil yang sampai pada batas mentasybihan maupun penta’thilan (menafikan
sifat-sifat Allah).
5)
Meyakini bahwa al-Qur’an adalah Kalamullah al-Qadim,
tidak makhluk dan tidak mengalami perubahan.
6)
Tidak beranggapan bahwa Imamah adalah rukum Iman, namun
sebagai kewajiban/dlarurah ‘aammah demi kemashlahatan ummat untuk menjalankan
syari’at Islam.
7)
Mengakui kekhilafan Khulafaur Rasyidin (Abu Bakar, Umar,
Utsman dan Ali).
8)
Mencintai ahlul bait Rasulullah SAW dengan tanpa lewat
jalur Syi’ah (dibatasi pada 12 imam dan mengkafir-kafirkan sahabat).
9)
Mempercayai bahwa besok di Akhirat orang mu’min dapat
melihat Allah SWT sebagaimana dalam firman-firmanNya.
10) Tidak mengingkari pada bolehnya tawassul dan
adanya karomah Auliya’.
11) Tidak membenarkan ajaran taqiyyah, yakni
melahirkan sesuatu yang bertentangan dengan nurani hanya untuk menipu ummat
Islam.
12) Percaya bahwa sebaik kurun / periode adalah
masa Rasulullah SAW setelah itu adalah Sahabatnya, setelahnya adalah Tabi’n, Tabi’it
Tabi’in, dan seterusnya.
Ahlussunnah menganut aliran
konvergensi yang menganggap hakikat Realitas transenden besifat supra sekaligus
intrekosms, personal dan impersonal, lahut dan nashut, lenyap dan abadi, tampak
dan abstrak dan sifat lain yang dikotomik. Aliran konvergensi memandang bahwa
pada dasarnya segala sesuatu itu serba ganda baik secara subtansial maupun
formal. Aliran ini juga berkeyakinan bahwa daya ma-nusia merupakan proses kerja
sama antara daya yang transedental (Tuhan) dalam bentuk kebijasanaan dan daya
temporal (manusia) dalam bentuk teknis. Ke-bahagian bagi para penganut aliran
konvergensi, terletak pada kemampuanya membuat pendalam agar selalu berada
tidak jauh kekanan atau kekiri tetapi tetap ditengah-tengah antara berbagai
ekstrimitas aliran teolog.
Menurut aliran
Ahlussunnah, akal difungsikan sebagai sarana yang dapat membuktikan kebenaran
syara', bukan sebagai dasar dalam menetapkan akidah-akidah dalam agama. Meski
demikian, hasil penalaran akal yang sehat tidak akan keluar dan bertentangan
dengan ajaran yang dibawa oleh syara'.
Dalil naqli yang digunakan oleh
Ahlussunnah di antaranya:
1)
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä (#qãèÏÛr& ©!$# (#qãèÏÛr&ur tAqß§9$# Í<'ré&ur ÍöDF{$# óOä3ZÏB ( bÎ*sù ÷Läêôãt»uZs? Îû &äóÓx« çnrãsù n<Î) «!$# ÉAqß§9$#ur bÎ) ÷LäêYä. tbqãZÏB÷sè? «!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ÌÅzFy$# 4 y7Ï9ºs ×öyz ß`|¡ômr&ur ¸xÍrù's? ÇÎÒÈ
“Hai
orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil
amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu,
Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu
benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih
utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”
2)
(#qßJÅÁtGôã$#ur È@ö7pt¿2 «!$# $YèÏJy_ wur (#qè%§xÿs? 4 (#rãä.ø$#ur |MyJ÷èÏR «!$# öNä3øn=tæ øÎ) ÷LäêZä. [ä!#yôãr& y#©9r'sù tû÷üt/ öNä3Î/qè=è% Läêóst7ô¹r'sù ÿ¾ÏmÏFuK÷èÏZÎ/ $ZRºuq÷zÎ) ÷LäêZä.ur 4n?tã $xÿx© ;otøÿãm z`ÏiB Í$¨Z9$# Nä.xs)Rr'sù $pk÷]ÏiB 3 y7Ï9ºxx. ßûÎiüt6ã ª!$# öNä3s9 ¾ÏmÏG»t#uä ÷/ä3ª=yès9 tbrßtGöksE ÇÊÉÌÈ
“Dan
berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu
bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu
(masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu
menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu
telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya.
Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat
petunjuk.”
3)
wur (#qçRqä3s? tûïÏ%©!$%x. (#qè%§xÿs? (#qàÿn=tF÷z$#ur .`ÏB Ï÷èt/ $tB æLèeuä!%y` àM»oYÉit6ø9$# 4 y7Í´¯»s9'ré&ur öNçlm; ë>#xtã ÒOÏàtã ÇÊÉÎÈ
“Dan
janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih
sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. mereka Itulah orang-orang
yang mendapat siksa yang berat,”
c.
Asy’ariyah
Adapun pemikiran-pemikiran
al-Asy’ari yang terpenting adalahantara lain:
1) Allah dan
Sifat-sifat-Nya
Menurut ajaran Asy’ariyah, Tuhan
mempunyai sifat-sifat sebagaimana disebutkan di dalam Al-Qur’an, seperti Allah
mengetahui dengan ‘Ilmu, berkuasa dengan Qudrat, hidup dengan Hayat
dan seterusnya.Sifat-sifat Allah SWT itu unik, sehingga tidak dapat
dibandingkan dengan sifat-sifat manusia yang tampaknya mirip. Sifat-sifat Allah
berbeda dengan dzat Allah SWT itu sendiri.
2) Kebebasan
Dalam Berkehendak
Menurut faham Asy’ariyah, Allah
adalah pencipta (khaliq) perbuatan manusia, sedangkan manusia sendiri
yang mengupayakannya (muktasib). Untuk mewujudkan suatu perbuatan,
manusia membutuhkan dua daya, yaitu daya Tuhan dan daya manusia. Hubungan
perbuatan manusia dengan kehendak Tuhan yang mutlak dijelaskan melalui teori Kasb;
“yakni berbarengannya perbuatan manusia dengan kekuasaan Tuhan”, artinya jika
manusia hendak mengadakan perbuatannya, maka pada saat itu pula Tuhan
menciptakan kesanggupan manusia untuk mewujudkan perbuatan. Dengan perbuatan
inilah ia mendapatkan perbuatannya, tetapi tidak menciptakannya. Konsep Kasb ini
adalah perpaduan antara konsep teologi Qadariyah dan Jabariyah. Qadariyah
dengan konsep kehidupan manusia yang tergantung kepada manusianya. Kemampuan (qudrah)
dan usaha manusia itu adalah sangat efektif. Berbeda dengan Jabariyah, justru berpendapat bahwa kehidupan manusia
tergantung kepada Tuhan. Segala kemampuan dan usaha manusia ditentukan oleh
Tuhan. Sementara menurut Matrudiyah, perbuatan
manusia itu semata-mata diwujudkan oleh manusia itu sendiri. Dalam masalah ini,
Matrudiyah lebih dekat dengan Mu’tazilah yang secara tegas mengatakan bahwa
semua yang dikerjakan manusia itu semata-mata diwujudkan oleh manusia itu
sendiri. Adapun al-Kasbdisini menurut Asy’ariyah mengandung arti
keaktifan.Karena itu, manusia bertanggung jawab atas perbuatan yang
dilakukannya.
3)
Akal dan Wahyu dan Kriteria Baik
dan Buruk. Walaupun al-Asy’ari dan orang-orang
Mu’tazilah mengakui pentingnya akal dan wahyu, mereka berbeda dalam menghadapi persoalan yang
memperoleh penjelasan kontradiktif dari akal dan wahyu. Al-Asy’ari mengutamakan
wahyu, sementara Mu’tazilah mengutamakan akal. Asy’ari berpendapat bahwa bahwa
akal manusia tidak dapat sampai pada kewajiban mengetahui Tuhan. Manusia dapat
mengetahui kewajibannya hanya melalui wahyu. Wahyulah yang mengatakan dan menerangkan kepada
manusia bahwa ia berkewajiban mengetahui Tuhan, dan manusia harus menerima
kebenaran itu. Menurut Asy’ari baik dan buruk berdasarkan pada wahyu, sedangkan
Mu’tazilah mendasarkannya pada akal.
4)
Qadimnya Al-Qur’an. Pandangan
Asy’ari tentang al-Qur’an, sangat bertentangan dengan pandangan Mu’tazilah.
Kalau Mu’tazilah mengatakan bahwa al-Qur’an adalah hawadits
(baru)
karena ia makhluk, maka menurut Asy’ari, al-Qur’an adalah qadim. Hal ini
didasarkan pada surat an-Nahl; 40:“Sesungguhnya perkataan
Kami terhadap sesuatu apabila Kami menghendakinya, Kami mengatakan kepadanya,
“Kun (jadilah)” maka jadilah ia.”
5)
Melihat
Allah. Al-Asy’ari mengatakan bahwa setiap yang ada, pasti dapat dilihat. Oleh
karena itu menurut i’tiqadkaum Ahlussunnah wal Jama’ah (faham al-Asy’ariyah),
Allah SWT dapat dilihat dengan mata kepala manusia di akhirat kelak yaitu oleh
hamba-hamba-Nya yang saleh yang dikaruniai nikmat melihat Tuhan. Dalil-dalilatas
kepercayaan ini antara lain firman Allah dalam surat al-Qiyamah ayat 22-23, yang artinya: “Wajah-wajah orang mukmin pada hari
itu berseri-seri. Kepada Tuhan mereka melihat (memandang Tuhannya)”.Dan
juga terdapat dalam Kitab Hadis: “Dari Jarir bin Abdillah, beliau berkata:
Rasulullah SAW bersabda: Bahwasanya kamu akan melihat Tuhan kamu
senyata-nyatanya.” (HR. Imam Bukhari)
6)
Keadilan
Allah. Menurut Asy’ari, keadilan adalah
menempatkan sesuatu pada tempat yang sebenarnya. Allah tidak mempunyai
kewajiban apapun. Allah tidak wajib memasukkan orang entah itu kesurga ataupun ke neraka. Semua itu adalah
kehendak Allah mutlak. Jika Allah memasukkan seluruh manusia ke surga, bukan
berarti Allah tak adil, dan jika Allah memasukkan seluruh manusia ke neraka,
itu bukan berarti Allah zhalim. Allah adalah penguasa mutlak segala-galanya dan
tidak ada yang lebih kuasa. Allah
dapat dan boleh melakukan apa saja yang di kehendaki-Nya.
7)
Kedudukan Orang Berdosa Besar. Pada
dasarnya al-Asy’ari dan Mu’tazilah ber-pandangan yang sama bahwa Allah
SWT itu adil. Hanya saja mereka berbeda dalam memandang makna keadilan.Aliran
Mu’tazilah
mengatakan bahwa apabila pelaku dosa besar tidak bertaubat dari dosanya,
meskipun ia mempunyai iman dan keta’atan, tidak akan keluar dari neraka.
Sebaliknya,mengatakan siapa yang beriman kepada Allah SWT dan mengikhlaskan
diri kepada-Nya, maka bagaimanapun besar dosa yang dikerjakannya, tidak akan
mempengaruhi imannya.
Aliran Asy’ariyah mempunyai
kerangka pikir yang sama dengan Ahlussunnah, yaitu aliran konvergensi.
Al-Asy'ari berpandangan bahwa
Mu’tazilah begitu mengagungkan akal dan menyisihkan wahyu. Al Asy’ari melakukan
diskusi dengan gurunya al Jubba’i dan berakhir dengan ketidakmampuan al Jubba’i
menjawab pertanyaan beliau. Ditambah dengan kekejaman kaum penguasa yang
bekerjasama dengan kelompok Mu’tazilah. Pada bulan Ramadhan Al-Asy’ari bermimpi
melihat Nabi dan beliau berkata kepadanya, “Wahai Ali, tolonglah
madzhab-madzhab yang mengambil riwayat dariku, karena itulah yang benar.” Kejadian
ini terjadi beberapa kali, yang pertama pada sepuluh hari pertama bulan
Ramadhan, yang kedua pada sepuluh hari yang kedua, dan yang ketika pada sepuluh
hari yang ketiga pada bulan Ramadhan. Dengan alasan itu ia meninggalkan aliran
Mu’tazillah.
Dalil naqli yang digunakan oleh
Asy’ariyah di antaranya:
1)
ô`ÏBur ÿ¾ÏmÏG»t#uä br& tPqà)s? âä!$yJ¡¡9$# ÞÚöF{$#ur ¾ÍnÌøBr'Î/ 4 §NèO #sÎ) öNä.$tãy Zouqôãy z`ÏiB ÇÚöF{$# !#sÎ) óOçFRr& tbqã_ãørB ÇËÎÈ
“Dan di
antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah berdirinya langit dan bumi dengan
iradat-Nya. kemudian apabila Dia memanggil kamu sekali panggil dari bumi,
seketika itu (juga) kamu keluar (dari kubur).”
2)
!$yJ¯RÎ) ÿ¼çnãøBr& !#sÎ) y#ur& $º«øx© br& tAqà)t ¼çms9 `ä. ãbqä3usù ÇÑËÈ
“Sesungguhnya
keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya:
"Jadilah!" Maka terjadilah ia.”
d.
Maturidiyah
Berikut ini beberapa doktrin yang
dianut Matutidiyah di antaranya:
1) Kemampuan Akal Manusia. Dalam hal
ini Bazdawi sepaham dengan Maturidi yaitu akal mampu mengetahui adanya Tuhan
dan mengetahui baik dan buruk. Kendati demikian sebelum datangnya keterangan
wahyu, tidaklah ada kewajiban untuk mengetahui Tuhan dan bersyukur kepadanya,
serta tidak ada kewajiban untuk mengerjakan perbuatan baik atau menjadi
perbuatan jahat. Kewajiban-kewajiban kata bazdawi ditentukan hanya oleh tuhan
dan ketentuan-ketentuan itu dapat diketahui melalui wahyu.
2) Perbuatan Manusia. Al-Bazdawi
membedakan dengan jelas antara perbuatan Tuhan (Maf’ul) dengan perbuatan manusia
(Fi’l). menurut al bazdawi perbuatan tuhan itu adalah menciptakan
perbuatan manusia; sedangkan perbuatan manusia (daya) itu adalah melakukan
perbuatan Tuhan. Al Bazdawi dalam hal ini mengambil contoh tentang duduk. Duduk
adalah ciptaan Tuhan, namun melakukan hal itu perwujudan daya manusia dalam
bentuk perbuatan. Jadi duduknya manusia pada suatu tempat duduk itu hakekatnya
melakukan perbuatan ciptaan Tuhan dan merupakan perbuatan manusia dalam arti
yang sebenarnya. Dalam hal ini al Bazdawi (Maturidi Bukhara) tidak berbeda
pendapat dengan Abu Mansur (Maturidi Samarkand). Mengenai pendapat ini bazdawi
dikritik oleh pihak lain. Dengan kritik ini bazdawi menjadi ragu-ragu dalam
mengatakan bahwa perbuatan manusia adalah perbuatan manusia dalam arti yang
sebenarnya. Akhirnya lagi-lagi golongan maturidiyah bukhara daya manusia
tidaklah efektif dalam mewujudkan perbuatannya, seperti halnya juga dikatakan
Asy’ari.
3) Kehendak dan Kekuasaan Tuhan. Bazdawi
menegaskan bahwa Tuhan mempunyai kekuasaan mutlak. Tuhan berbuat apa saja yang
dikehendaki Nya dan menentukan segala-gala Nya, menurut kehendak Nya. Dan Tuhan
pasti memenuhi wa’adNya yakni memenuhi janji untuk memberi upah kepada orang
yang berbuat baik. Al Bazdawi dalam hal ini berpendapat : Tuhan tidak mungkin
tidak memenuhi janjiNya kepada manusia yang berbuat baik dan tidak
mungkin pula meninggalkan ancamanNya terhadap yang berbuat jahat. Karena tidak
mungkin, maka dengan kata lain Tuhan menjadi wajib memenuhi janji dan
ancamanNya.
4) Sifat-sifat Tuhan. Menurut Bazdawi
sifat-sifat tuhan itu kekal melalui kekuatan yang terdapat dalam dzat Nya, dan
bukan melalui sifat-sifat itu sendiri. Tuhan bersama sifat-sifat-Nya kekal,
tapi sifat-sifat itu tidaklah kekal karena diri mereka.
5) Ayat-ayat Tasybih. Tangan tuhan
menurut bazdawi sifat bukan anggota badan Tuhan yaitu sama dengan sifat lain
seperti pengetahuan, daya dan kemauan.
6) Ru’yatullah. Dalam hal ini Bazdawi
sependapat dengan Asy’ari bahwa tidak mustahil Tuhan dapat dilihat nanti dengan
mata kepala di akhirat. Ia dilihat nanti menerut apa yang dikehendaki Nya.
7) Al Quran. Bazdawi mengemukakan
bahwa Al Quran bukanlah sabda tuhan, tapi merupakan tanda dari sabda tuhan. Al
Quran disebut sabda (kalam) Tuhan hanya dalam arti kiasan, bukan dalam arti
yang sebenarnya.
Maturidiyah masih satu rumpun
dengan Ahlussunnah dan Asy’ariyah, oleh karena itu, kerangka pikir yang mereka
gunakan pun sama yaitu konvergensi.
Metode berpikir dari aliran Maturidiyah,
yang merupakan aliran yang memberikan otoritas yang besar kepada akal manusia,
tanpa berlebih-lebihan atau melampaui batas, maksudnya aliran Maturidiyah
berpegang pada keputusan akal pikiran dalam hal-hal yang tidak bertentangan
dengan syara’. Sebaliknya jika hal itu bertentangan dengan syara’, maka akal
harus tunduk kepada keputusan syara’.
Dalil naqli yang digunkan oleh
Maturidiyah di antaranya:
øÎ)ur tA$s% ÞO¿Ïdºtö/Î) Éb>u ÏRÍr& y#ø2 Çósè? 4tAöqyJø9$# ( tA$s% öNs9urr& `ÏB÷sè? ( tA$s% 4n?t/ `Å3»s9ur £`ͳyJôÜuÏj9 ÓÉ<ù=s% ( tA$s% õãsù Zpyèt/ör& z`ÏiB Îö©Ü9$# £`èd÷ÝÇsù y7øs9Î) ¢OèO ö@yèô_$# 4n?tã Èe@ä. 9@t6y_ £`åk÷]ÏiB #[ä÷ã_ ¢OèO £`ßgãã÷$# y7oYÏ?ù't $\÷èy 4 öNn=÷æ$#ur ¨br& ©!$# îÍtã ×LìÅ3ym ÇËÏÉÈ
“Dan
(ingatlah) ketika Ibrahim berkata: "Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku
bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang mati." Allah berfirman:
"Belum yakinkah kamu ?" Ibrahim menjawab: "Aku telah
meyakinkannya, akan tetapi agar hatiku tetap mantap (dengan imanku) Allah berfirman:
"(Kalau demikian) ambillah empat ekor burung, lalu cincanglah semuanya
olehmu. (Allah berfirman): "Lalu letakkan diatas tiap-tiap satu bukit satu
bagian dari bagian-bagian itu, kemudian panggillah mereka, niscaya mereka
datang kepadamu dengan segera." dan ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa
lagi Maha Bijaksana.”
Komentar
Posting Komentar