1. Analisis putusan Mahkamah Konstitusi
Nomor/PUU-VIII/2010, anak luar kawin mempunyai hak yang sama dengan anak yang
sah dan anak-anak yang lain, termasuk didalamnya tentang hak-hak keperdataan
(hak mewaris dari harta benda perkawinan dan harta warisan) si anak terhadap
ayah biologisnya.
Jika dianalisis putusan MK
Nomor/PUU-VIII/2010 memang Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan yang menyatakan, “Anak yang dilahirkan di luar perkawinan
hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya” memang bertentangan
dengan Undang-undang Dasar 1945 Pasal 28 B ayat (2)dan Pasal 28 D ayat (1) yang
menyebutkan bahwa “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan
berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi,
serta setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan perlindungan dan kepastian
hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum”. Dengan alasan
tersebut memang logis jika seorang anak yang lahir di luar kawin bisa
mendapatkan hak-hak kebendaannya termasuk hak mendapatkanwarisan dari ayah
biologisnya.Tetapi jika dibenturkan dengan ketentuan hukum Islam, ada dua
kemungkinan yang bisa terjadi. Pertama, jika
anak tersebut lahir dari pernikahan yang sah (memenuhi rukun dan syarat sah
nikah berdasarkan persfektif Islam), maka si anak tersebut berhak mendapatkan
warisan sesuai dengan aturan yang telah di tetapkan dalam Islam. Kedua,jika anak tersebut lahir di luar
pernikahan yang sah menurut persfektif Islam, maka anak tersebut sama sekali tidak
berhak atas harta warisan yang ditinggalkan oleh ayah biologisnya. Karena hubungan
waris mewaris antara seorang anak dengan ayahnya ada dengan keberadaan salah
satu diantara sebab-sebab pewarisan yaitu Nasab. Ketika anak zina tidak
dinasabkan secara syar’i kepada ayah biologisnya, maka konsekuensinya adalah
tidak ada waris-mewarisi diantara keduanya. Dengan demikian, anak zina tersebut
tidak bisa mendapatkan harta warisan dari orang tersebut dan kerabatnya. Begitu
juga lelaki tersebut, tidak bisa mendapatkan harta waris dari anak hasil
perbuatan zinanya. Kesimpulannya, jika putusan MK selaku
lembaga independen yang keputusannya bersifat mutlak tersebut diberlakukan,
maka sah-sah saja anak tersebut mendapatkan warisan, tetapi konteks sah di sini
hanya menurut negara saja. Sedangkan berdasarkan persfektif Islam, pembagian
harta tersebut tidak bisa diimplementasikan sebagai warisan menurut konsep
dasar hukum Islam, yaitu anak laki-laki mendapat harta dua kali lipat ketimbang
anak perempuan. Sebab, warisan menurut konsep dasar hukum Islam memiliki syarat-syarat
tertentu seperti adanya nasab atau hubungan sah menurut pernikahan. Nasab
sendiri adalah hubungan darah atau hubungan-hubungan kekerabatan di dalam Islam
melalui pernikahan yang sah. Kalaupun disinkronisasikan dengan konsep dasar
hukum Islam sebaiknya redaksinya bukan waris, karena kalau waris syaratnya
harus ada hubungan darah atau kekerabatan yang sah. Dan menurut hukum anak di
luar nikah dianggap tidak sah. Jadi, anak tersebut boleh memperoleh haknya tetapi
bukan waris, misalnya, hibah, sedekah dan lain-lain.
2. Menurut hukum waris Islam, orang yang
tidak berhak mewaris adalah:
1) Pembunuh pewaris, berdasarkan hadis yang
diriwayatkan oleh Ap-Tirmidzi, Ibnmajah, Abu Dawud, Am-Nasaai.
2) Orang yang murtad yaitu keluar dari
Agama Islam, berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Abu Bardah.
3) Orang yang berbeda agama dengan pewaris,
yaitu orang bukan menganut Agama Islam atau Kafir, berdasarkan hadis yang
diriwayatkan oleh Bukhari, Abu Dawud, Ibn Majah, At-Tirmidzi.
4) Anak zina, yaitu onak yang lahir karena
hubungan diluar nikah, berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi.
Dalam
KHI (Kompilasi Hukum Islam) dijelaskan pada Bab II pasal 173, yaitu yang
berbunyi: “seorang terhalang menjadi ahli waris apabila dengan putusan hakim
yang memiliki kekuatan hukum.” (a). dipersalahkan telah membunuh atau mencoba
membunuh atau menganiaya berat pada pewaris. (b). dipersalahkan secara
memfitnah telah mengajukan pengaduan bahwa pewaris telah melakukan suatu
kejahatan yang diancam selama 5 tahun penjara ataupun lebih berat. Di sini
kita sudah bisa mengetahui bahwa dengan dibuat dan disahkannya KHI menjadi
salah satu bukti bahwa aturan kewarisan Islam di Indonesia sudah mengalami
pembaharuan untuk disesuaikan dengan keadaan masyarakat Indonesia dan kemajuan
jaman. Contoh lain pembaharuan aturan Islam yang tertera dalam KHI ini,
diantaranya: Terdapat dalam KHI Pasal 185. Pasal ini memuat
pola pendistribusian harta kepada cucu yang orang tuanya meninggal lebih dahulu
dari kakek/nenek yang dikenal dengan ahli waris pengganti. Ahli waris pengganti
ini diduga bertentangan dengan teori syahadat dan teori keutamaan (hijab) di
antara ahli waris.Tidak berhak mewaris terdapat juga pada ahli waris
yang menolak warisan dalam Pasal 1058 ditentukan bahwa seorang ahli waris yang
menolak warisan dianggap tidak pernah menjadi Ahli Waris. Penolakan itu berlaku
surut sampai waktu meninggalnya pewaris. Menurut Pasal 1059 KUHPdt bagian dari
Ahli Waris yang menolak itu jatuh pada ahli waris lainnya, seolah – olah ahli
waris yang menolak itu tidak pernah ada. Menurut Pasal 1057 KUHPdt penolakan
warisan harus dinyatakan dengan tegas dikepaniteraan Pengadilan Negeri. Menurut
Pasal 1062 KUHPdt dinyatakan pula bahwa hak untuk menolak warisan tidak dapat
gugur karena Daluarsa. Penolakan warisan itu harus dengan suka rela atas
kemauan sendiri, apabila penolakan itu terjadi karena paksaan atau penipuan,
maka menurut Pasal 1065 KUHPdt penolakan itu dapat dibatalkan (ditiadakan).
Tetapi kesukarelaan penolakan itu tidak boleh dilakukan dengan alasan tidak mau
membayar hutang. Jika terjadi demikian, menurut Pasal 1061 KUHPdt hakim dapat
memberi kuasa kepada para kreditur dari ahli waris yang menolah itu untuk atas
namanya menjadi pengganti menerima warisan.
3. Seseorang wafat dengan meninggalkan:
-
Saudara
Laki-laki
-
Ibu
-
Anak
Perempuan
Dan meninggalkan harta sebesar Rp.240.000.000,- ?
Jawab:
-
Ibu ⅙
-
Anak
Perempuan ½
-
Saudara
Laki-laki ABN
Pembagiannya
sebagai berikut:
(asal
masalah 6)
Ibu ⅙ x 6 =
1
Anak
Perempuan ½ x 6 = 3
Saudara
Laki-laki ABN = 2
Jumlah : 6 (pas). Sehingga
penyelesaiannya adalah:
Ibu ⅙ x 240.000.000 = 40.000.000
Saudara Laki-laki 2/6 = ⅓ x 240.000.000 =
80.000.000
Komentar
Posting Komentar